"ACEH DAERAH
MODAL" tapi banyak diantara kita yang tidak tahu mengarah kemana atau
berupa apa, semangat juang kah? berupa materi kah? atau yang lainnya?
Minimnya informasi yang kita peroleh tentang perjalanan sejarah negeri ini, terutama dibangku sekolah membuat semangat juang generasi kita berubah, dari semangat baja menjadi semangat tempe. Banyak sejarah yang hilang dan terlupakan. Padahal sejarah adalah salah satu pijakan dasar untuk meniti jalannya suatu peradaban di masa kini dan masa yang akan datang. "Jangan sekali kali melupakan sejarah (JASMERAH)", Ir. Soekarno (Agustus 1966) saat menanggapi kudeta merangkak melalui supersemar.
Sebuah pesan yang singkat ini menyimpan berjuta makna. Namun sayangnya seiring perkembangan zaman, pesan ini berubah dan menjadi harapan hampa. Saat ini, kita hanya memaknai sejarah sebatas pajangan tanggal dan sebatas momen seremonial belaka. Menghayati makna yang hakiki dari suatu peristiwa sangat jarang atau bahkan sama sekali tak pernah tersentuh. Why? Dimana yang salah? Entahlah.. Mungkin dilain waktu saja kita bahas.
Mantan Presiden RI, Ir. Soekarno ketika menganugerahkan kepada Aceh dengan sebutan "Aceh Daerah Modal" bukan tanpa alasan tapi atas prestasinya yang luar biasa dalam mengawal dan mengamankan RI dalam situasi gawat dan genting menghadapi "to be or not to be". Kontribusi rakyat Aceh untuk RI sangat besar dalam menentukan sejarah bayi Republik Indonesia (RI) yang masih sangat muda dan dalam posisi yang sangat kritis saat itu, dimana RI telah dikepung dan diblokade dari segala jurusan oleh Belanda, baik di laut maupun udara dengan mendirikan negara-negara "Boneka ala Van Mook".
Perjanjian Renville Dan Linggarjati
Dalam dua buah
perundingan yang melahirkan persetujuan Linggarjati dan Renville, jelas Belanda
memaksakan kehendaknya. Perundingan tersebut dijadikan taktik oleh Belanda
untuk mempersiapkan aksi militer berikutnya, diiringi konsolidasi ekonomi, militer
dan politik Belanda.
Pasca perundingan "Linggarjati",
secara politik Belanda mencoba melemahkan posisi RI dengan mendirikan negara
bonekanya di kawasan Indonesia bagian timur, seperti "Negara Indonesia
Timur" dibentuk tanggal 25 Desember 1946. "Negara Kalimantan
Timur" dibentuk Van Mook tanggal 12 Mei 1947 dan "Negara Borneo
Tenggara" dibentuk tanggal 27 Mei 1947.
Pasca perundingan "Renville" upaya
Belanda mengepung RI dengan mendirikan sejumlah negara "boneka" di
daerah de facto RI, yaitu di pulau Jawa dan Sumatra. Negara Madura dibentuk
tanggal 23 Januari 1948. Negara Sumatra Timur dibentuk tanggal 24 Maret 1948.
Negara Pasundan dibentuk tanggal 26 April 1948. Juga Negara Jawa Timur dan
Negara Sumatra Selatan turut menyusul.
Di Aceh, Van Mook menyebarkan
pamflet dari udara yang berisi ajakan membentuk Negara Islam Aceh lepas dari
RI. Selebaran itu kemudian dibakar oleh Gubernur Militer Aceh, Langkat dan
Tanah Karo Tgk. Mohd. Daud Beureueh. Dianggap menghina Aceh.
*Agresi Militer II*
Sebagai dampak kekecewaan Belanda atas
kegagalan-kegagalan tersebut, terutama gagalnya rencana busuk mereka dibalik
resolusi Bandung, maka pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 03.00 WIB Letnan
Jenderal S.H. Spoor memerintahkan pasukannya menyerbu Yogyakarta dan
menangkap Soekarno-Hatta.
Pada saat bersamaan,
pasukan Belanda di semua front di Jawa dan Sumatra diperintahkan untuk
menghancurkan seluruh pertahanan garis status quo secara blizkrieg dengan
sekali pukul dan diharapkan dapat menghabiskan perlawanan TNI dan sekaligus
melumpuhkan Negara Republik Indonesia.
Satu-satunya front yang tidak mampu
ditaklukkan serdadu Belanda pada awal agresi militer kedua itu adalah sektor
barat / utara front Medan Area yang dipertahankan oleh RIMA pasukan dari Aceh.
Pada saat agresi militer
II Belanda ini, saat ibukota RI di Yogyakarta telah direbut oleh Belanda dan
Soekarno-Hatta dijadikan tahanan rumah, Dubes Belanda di PBB Van Kleffens
beserta Menlunya berkoar-koar dengan menuduh Republik ini sudah mati.
Saat itu hanya tersisa Jenderal Soedirman yang
masih bertahan dan menjalankan peperangan gerilya semesta di pulau Jawa. Dan
daratan Aceh adalah satu-satunya wilayah propinsi di daerah Republik Indonesia
yang masih tetap utuh dan tak tersentuh.
Dari Aceh lah via Radio Perjuangan "Rimba Raya" ditayangkan isu-isu nasional untuk menepis propaganda Belanda di radio "Batavia" atau "Hilversium" dan propaganda Van Kleffens di PBB.
Aceh Daerah Modal
Pembentukan Pemerintah
Darurat Indonesia (PDRI) sebagai akibat dari penangkapan dan penahanan
Soekarno-Hatta dan jatuhnya ibukota RI di Yogyakarta ke tangan Belanda, maka
pada tanggal 28 Desember 1948 Mr. Sjafruddin Prawira Negara mengadakan rapat
pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Rapat diadakan di sebuah kantor dilingkungan
perkebunan teh di wilayah Halaban, Kabupaten 50 Koto, dihadiri oleh rombongan
Menteri Sjafruddin yang berkunjung ke Sumatra Barat dan para tokoh masyarakat
setempat.
Ibukota PDRI pada awalnya ditetapkan di Bukit Tinggi, namun pada bulan Agustus 1949 dipindahkan ke Kutaradja (Banda Aceh) karena Sumatra Barat telah dikepung dan dikuasai oleh pasukan Belanda.
Aceh Sebagai Garis Pertahanan RI Terakhir
Kesatuan Artileri
Divisi X TNI adalah sebuah kesatuan yang sangat disegani dan ditakuti oleh
pesawat pemburu Mustang Belanda, terutama yang berlokasi di Lhoknga, Kutaradja
(Banda Aceh) dan sekitarnya. Sebagai Komandan Kesatuan Artileri adalah Mayor
Nyak Neh (Mantan Panglima Divisi Rencong) dan Wakil Komandan Kapten Nukum
Sanany (TRI/TNI).
Dibawahnya terdapat empat battery yang
mengawal pertahanan udara dan pantai-pantai strategis, yaitu: Battery I
(disekitar Ibukota Provinsi Aceh, yaitu Banda Aceh), Battery II (di Rantau,
Kuala Simpang, Aceh Timur), Battery III (mencover sector Ulee Lheu, Lhoknga
sampai ke Lhokseudu), dan Battery Istimewa (Kumbang Hitam) yang dibangun untuk
menunjang dan bekerjasama dengan Battery I. Ke empat Battery tersebut menjalin
kerjasama yang baik dengan Infanteri. Pasukan ini terdiri dari TNI dan Tentara
Pelajar Aceh.
Setelah Agresi Militer II, pasukan Belanda lebih banyak melakukan serangan udara dan laut di Kabupaten Aceh Besar, di pantai Sigli, Langsa dan Kuala Simpang untuk memukul mundur pasukan tetapi serangan itu selalu dapat dipatahkan dan justru pasukan Belanda yang dipukul mundur.
Momen Penting Bung Karno Dan Aceh
"Dimana-mana Belanda sudah mendirikan
negara "boneka" untuk mengepung RI. Sudah waktunya sekarang
pemuda-pemuda Aceh yang berdarah pahlawan siap melakukan "perang
sabil" untuk mengusir kaum penjajah dari persada Ibu Pertiwi
tercinta". (Ir. Soekarno, juni 1948 di lapangan terbang militer Lhoknga).
"Biar Republik Indonesia tinggal selebar
"payung", kita harus berjuang terus dengan "ACEH Sebagai Daerah
Modal" dalam meneruskan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan
meneruskan perjuangan kemerdekaan Bangsa dan Negara". (Ir. Soekarno, juni
1748 di Kota Asan, Sigli).
"Negara kita dalam keadaan gawat, ruang
gerak kita dipersempit dan sekarang hanya daerah Aceh satu-satunya wilayah RI
masih utuh yang tidak diduduki militer Belanda. Aceh menjadi penting sebagai
alternatif satu-satunya yang menentukan kedudukan dan cita-cita bangsa dan
negara RI. Karena itulah saya namakan " Aceh Daerah Modal", modal
untuk melanjutkan perjuangan dan cita-cita kemerdekaan yang diproklamasikan
tanggal 17 Agustus 1945" (Ir. Soekarno, di Markas Divisi X, Kota Juang
Bireuen, juni 1948).
"Saya minta bantuan Kakak (panggilan Bung
Karno kepada Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Jendral Mayor Tgk.
Mohd. Daud Beureueh) agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan
bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda untuk
mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan tanggal 17 Agustus
1945". (Ir. Soekarno, di Pendopo Keresidenan Aceh di Kutaradja, juni
1948).
" Seandainya kolonial Belanda mengadakan
serangan terhadap RI dengan menduduki yogyakarta, maka Aceh ditunjuk sebagai
Pusat Pemerintahan Darurat RI". (Jenderal TNI AD. A.H. Nasution).
Pesawat Udara Seulawah RI-001 Dan RI-002 Dan
Dana Sumbangan Rakyat Aceh $20.000.000,
Bung Karno mengundang
tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat pengusaha serta pemuda untuk bertatap muka
langsung. Bung Karno menantang jiwa patriotisme rakyat Aceh untuk meneruskan
dan melestarikan perjuangan kemerdekaan RI. "Saya sangat mengharapkan
malam ini dapat terkumpul sejumlah dana perjuangan untuk membeli sebuah pesawat
terbang, yang sangat diperlukan dalam tahap perjuangan kemerdekaan sekarang
ini. Saya tidak makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul".
(Bung Karno, di Hotel Aceh, juni 1948).
Tidak lama setelah itu, terkumpul lah dana
sebesar 120.000 dollar Singapura dan emas 20kg, cukup untuk membeli dua pesawat
terbang jenis Dakota. Dalam jumlah itu telah masuk sumbangan pemda Aceh, yang
diberikan oleh Residen . Daud Syah.
Pesawat itu kemudian oleh Bung Karno diberi
nama: "Seulawah RI-001 dan RI-002 sebagai penghormatan untuk masyarakat
Aceh yang secara ikhlas dan tulus telah memberikan sumbangan yang berharga pada
situasi sulit untuk bangsa yang sedang berjuang. Sebagai tanda kesetiaan rakyat
Aceh pada NKRI.
Semenjak itu dana perjuangan terus dikumpulkan dari rakyat Aceh sehingga keseluruhan dana perjuangan yang terkumpul dari rakyat Aceh pernah tercatat mencapai angka lebih $.20.000.000.- (Singapura/Malaysia) yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan para duta-duta dan Kantor Perwakilan RI di luar negeri. Diantaranya Singapura, Penang, India, Manila, Perwakilan kita di PBB. Termasuk biaya duta keliling H. Agus Salim ke Timur Tengah dan biaya Konferensi Asia di New Delhi. Biaya ini diserahkan melalui Duta kita Utoyo Ramelan, SH di Singapura dan Dr. Sudarsono di New Delhi, India. (Aceh Daerah Modal:249)
Aceh Daerah Modal Adalah
Modal perjuangan dalam
bentuk daerah kekuasan teritorial, sebagai garis pertahanan RI yang terakhir.
Saat Agresi Militer II hanya Aceh lah satu-satunya daerah di RI yang tersisa
dan tak tersentuh militer Belanda. Dan menjadi ibukota negara RI pada masa
Pemerintahan Darurat RI (PDRI). Bila Aceh hancur atau tidak ada maka RI Tamat.
Modal dalam bentuk sumbangan dana perjuangan untuk pembelian pesawat dan untuk biaya operasional PDRI serta membiayai duta-duta RI yang ada diluar negeri. Bila Aceh tidak ada, maka negeri tercinta ini hanya ada dalam kisah dongeng belaka.
Pengkaburan Sejarah Aceh
Sangat disayangkan
memang, bila apa yang terpapar diatas sangat sulit ditemui atau bahkan hilang sama
sekali dibuku sejarah di sekolah-sekolah.
Salah satu upaya pengkaburan sejarah? atau
sengaja memutus mata rantai sejarah berdirinya RI? Diakui atau tidak, inilah
yang terjadi di negeri tercinta ini.
Patriotisme, Nasionalisme dan Loyalitas Rakyat
Aceh, saat mempertahankan NKRI disaat-saat kritis dengan pertumpahan darah dan
pengorbanan harta benda yang begitu besar tersamarkan dengan sosok superhero
Soeharto pada serangan umum 1 Maret. Dan tersamarkan pula dengan aksi heroik
arek-arek suroboyo pada tanggal 10 November. Padahal kedua momen tersebut tak
kan berarti apa-apabila disaat RI sakit keras dan nyaris mati tidak dibantu dan
dipertahankan oleh rakyat Aceh.
Tgk. Mohd. Daud Bereueh, Gubernur Militer
Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Tokoh ulama militer yang sangat kharismatik dan
disegani termasuk oleh Bung Karno sendiri juga memiliki andil yang cukup besar
dalam mempertahankan NKRI di garis pertahanan terakhir. Dan RI bisa saja tamat
disaat itu juga bila beliau memilih ajakan Van Mook untuk mendirikan Negara
Islam Aceh.
Tapi lagi-lagi pembunuhan karakter dan
tersamarkan dengan aksi superhero Jendral Sudirman yang hanya berperang secara
gerilya di tanah jawa yang sudah dikuasai Belanda. Dan prestasi gemilang Tgk.
Mohd. Daud Bereueh dalam mempertahankan NKRI malah dihilangkan, justru yang
dimunculkan adalah saat beliau memimpin pemberontakan DI/TII dengan
mengenyampingkan alasan mengapa beliau melakukakannya.
Apa yang terjadi
kemudian setelah pengorbanannya yang begitu besar kepada Republik ini..? Aceh
malah dikhianati, ditindas, pembantaian etnis Aceh, pembunuhan ulama-ulama Aceh
dan dituduh sebagai pengkhianat yang makar dan kesetiaannya pada NKRI malah
diragukan.
Sungguh pengkaburan sejarah yang sangat biadab
dan pembunuhan karakter yang sangat menyesakkan dada. Aceh memang pada akhirnya
memberontak dengan DI/TII dan AM/GAM. Tapi itu semua tentu punya alasan yang
cukup jelas dan logis yang melatarbelakanginya.
Ini yang saya sebut pengkaburan sejarah dan
pembunuhan karakter.
Karena alasan rakyat Aceh memberontak
dihilangkan dari sejarah, yang dimunculkan justru bahaya negara NKRI akibat
aksi pemberontakan itu.
Selengkapnya >
Aceh Bukan Pengkhianat
tapi Aceh dikhianati...
DI/TII Aceh; Gejolak
Kekecewaan Sang Pejuang Kemerdekaan...
Referensi:
- Pasukan Meriam Nukum
Sanany, B. Wiwoho, (1985)
- Semangat Merdeka (70
tahun menempuh jalan pergolakan & perjuangan kemerdekaan), A. Hasjmy
(1985)
- Bunga Rampai Sejarah
Aceh, Ismail Sunny,
- Sejarah Perjuangan
Nasional di bidang Bersenjata, DR. A.H Nasution, Jenderal TNI
- Islam, Sejarah dan
Politik di Aceh,
- Jihad Akbar di Medan
Area,
- Peranan dan
Perkembangan Artileri dalam Revolusi Fisik di Daerah Aceh 1945
Kisah pelaku sejarah
- Peranan Rakyat Aceh
dalam perjuangan
(1989)
- Aceh Daerah Modal
- Kutipan Eddie
Murdock facebook
0 Komentar