SLIDE

10/recent/ticker-posts

Gunung Agung 1963 Pulau Bali


Gunung Agung (1963) di Pulau Bali

Gunung Agung, (+ 3014 m) terletak di Pulau Bali pada posisi 8o 20,5’ LS dan 115o 30,5’ BT, adalah sebuah gunung api strato komposit yang berbentuk kerucut dengan kawah terbuka dan dengan ukuran 625m x 425 m (Gambar 8). Kegiatannya tercatat sejak tahun 1843 (Zollinger, 1845), dan mengalami peningkatan kegiatan solfatara terekam pada 1908, 1915 dan 1917 (Kemmerling, 1919; van Padang, 1951; Jennings, 1969; Zen, 1964; Zen & Hadikusumo, 1964; Kusumadinata, 1964; 1979). Erupsi katastropik Gunung Agung pada tahun 1963 dicirikan oleh 2 kali letusan besar (paroksis- mal), yaitu yang terjadi pada tanggal 17 Maret dan 16 Mei 1963, yang memuntahkan material berupa piroklastika dan aliran lava (Zen, 1964; Zen & Hadikusumo, 1964; Kusumadinata, 1963;1979).
Gejala awal kegiatan setelah kurang lebih 120 tahun istirahat, diketahui pada tanggal 18 Februari 1963, yaitu pada pukul 03.30 pagi, ditandai oleh suara dentuman yang disertai dengan asap letusan muncul dari kawah Gunung Agung. Kurang lebih dua jam kemudian bom-bom vulkanik berukuran kepala manusia mulai berjatuhan ke arah selatan gunung api ini. Pada tanggal 24 Februari 1963, lava pijar mulai tampak di sekitar kawah, dan mengalir ke arah lereng utara gunung api ini (Desa Tianjar), disertai dengan guguran awan-panas (nuees ardentes). Aliran lava berlanjut hingga pertengahan bulan Maret, dan membentuk lidah lava sepanjang kurang lebih 7,2 km, dan berhenti pada ketinggian 506 m di atas permukaan laut. 
Letusan paroksismal pertama terjadi pada pukul 05.32 tanggal 17 Maret 1963, ditandai oleh kolom asap letusan berbentuk cendawan yang mencapai ketinggian 10 km di atas kawah Gunung Agung. Abu letusan gunung api ini tersebar ke arah barat, sesuai arah angin dominan pada saat itu, menutupi Bandara Surabaya di Jawa Timur (Gambar 9). Hujan abu halus mencapai ibukota Jakarta, yang berada kurang lebih 1000 km dari pusat erupsi. Letusan paroksismal ini merusak bagian puncak gunung api ini, dan membentuk celah pada bibir kawah yang terbuka ke arah selatan dan tenggara, tempat awan panas mengalir keluar dari kepundan menuju ke lereng hingga mencapai 10 km dari pusat letusan. Setelah letusan paroksismal ini, erupsi gunung api ini mereda, dan letusan-letusan di kawah tidak terjadi pada akhir April hingga 6 Mei 1963.
Letusan paroksismal kedua terjadi pada pukul 17.00 tanggal 16 Mei 1963, membentuk kolom asap letusan mencapai lebih dari 10 km dari puncak Gunung Agung. Letusan ini terjadi setelah diawali peningkatan kegiatan vulkanik yang ditandai oleh beberapa letusan kecil pada tanggal 15 Mei pagi. Kegiatan erupsi gunung api ini kembali melemah se- cara berangsur sejak tanggal 17 Mei hingga berhenti pada pertengahan bulan Juni 1963. Sejak tanggal 27 Januari 1964 kegiatan gunung api ini menjadi normal kembali, yaitu berupa hembusan solfatara dan fumarola di dalam kawahnya. Produk letusan Gunung Agung 1963 terdiri atas aliran lava (+ 339, 3 juta m3), aliran piroklastika atau awan panas (+ 110,3 juta m3) dan jatuhan piroklastika (+ 380, 5 juta m3), mengakibatkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 1.148 meninggal dunia dan 296 luka-luka (Surjo, 1965; Kusumadinata; 1979). Hujan lahar terjadi selama dan setelah letusan paroksismal, selaras dengan datangnya musim penghujan di kawasan Pulau Bali dan sekitarnya pada saat itu.

Gambar 8. Panorama kawasan puncak dan kawah Gunung Agung dilihat dari udara, memperlihatkan karakteristik bentuk kawah dari gunung api komposit dengan kawah terbuka (foto: I.S. Sutawidjaja, 2006).


Gambar 9. Peta Sebaran Produk Erupsi Gunung Agung, 1963 (Zen, 1964) dan Peta Isopak Abu Letusan Gunung Agung, 1963 (Kusumadinata, 1979).