Ayyub adalah putra dari Aish (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Yaqub, Aish adalah saudara kembar Yaqub, jadi Ayyub masih keponakan Yaqub dan sepupu Yusuf. silsilah Ayyub adalah sebagai berikut, Ayyub bin Amus bin Tawih bin Rum bin Ais (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim. Sumber lain mengatakan bahwa silsilah Ayyub adalah sebagai berikut, Ayyub bin Amwas bin Zarih dari keturunan Ibrahim.
2. RIWAYAT
Ayyub adalah salah seorang manusia pilihan dari sejumlah
manusia pilihan yang mulia. Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya dan
memujinya dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar atas
ujian secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya, keluarganya dan
hartanya, kemudian dengan tubuhnya. Allah telah mengujinya dengan ujian yang
tidak pernah ditimpakan kepada siapa pun, tetapi ia tetap sabar dalam
menunaikan perintah Allah dan terus-menerus bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub menderita penyakit kronis
dalam jangka waktu yang cukup lama, di mana sahabat dan keluarganyatelah
melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ
وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Ceritakan juga, wahai Muhammad, kisah Ayyûb. Tatkala
menderita sakit, ia berdoa kepada Tuhannya seraya berkata, "Ya Tuhanku,
aku terserang penyakit yang membahayakan, dan Engkau adalah Zat Yang Paling
Pengasih." (Al-Anbiya’: 83).
Dikatakan kepadanya,
ارْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖهَـٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ
Kemudian Kami penuhi permintaannya dan Kami serukan
kepadanya, "Hentakkanlah kedua kakimu di tanah, niscaya akan keluar air
yang sejuk untuk kamu pakai mandi dan minum sehingga kepayahan dan rasa sakitmu
hilang." (Shod: 42).
Nabi Ayyub AS menghantamkan kakinya, maka memancarlah mata
air yang dingin karena hantaman kakinya tersebut. Dikatakan kepadanya,
"Minumlah darinya serta mandilah." Nabi Ayyub AS melakukannya, maka
Allah Ta’ala menghilangkan penyakit yang menimpa bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah mengembalikan kepadanya; keluarganya,
hartanya, sejumlah ni’mat serta kebaikan yang dikaruniakan kepadanya dalam
jumlah yang banyak. Dengan kesabarannya itu maka ia merupakan suri teladan bagi
orang-orang yang sabar, penghibur bagi orang-orang yang mendapat ujian atau
ditimpa musibah serta pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau mengambil
pelajaran.*
Ketika Ayyub sakit, maka ia menemukan kepingan uang milik
istrinya yang diperoleh dari hasil pekerjaannya melakukan sesuatu, sehingga ia
bersumpah akan mencambuknya seratus kali cambukan. Kemudian Allah
meringankannya dari Nabi Ayyub dan istrinya, seraya dikatakan kepadanya:
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِب بِّهِ وَلَا تَحْنَثْ ۗ
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا ۚ نِّعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Ayyûb pernah bersumpah akan memukul salah seorang anggota
keluarganya dengan beberapa kayu. Lalu Allah membebaskan sumpahnya dengan cara
memerintahkannya mengambil seikat kayu sebanyak yang disumpahnya, untuk
dipukulkan kepadanya. Ia pun memukulnya dengan seikat kayu tadi. Dengan begitu
dia melaksanakan sumpahnya dengan penderitaan yang lebih sedikit. Sesungguhnya
Allah telah memberikan karunia-Nya berupa nikmat tersebut karena Ayyûb sabar
atas cobaan sehingga pantas menerima pujian itu. Maka ia adalah sebaik-baik
hamba, karena selalu kembali kepada Allah dalam segala permasalahan. (Shod: 44).
Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa kifarat sumpah tidak
disyari’atkan kepada seseorang sebelum syari’at kita, serta kedudukan sumpah di
hadapan mereka adalah sama dengan nazdar, yang mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut terdapat dalil, bahwa bagi orang
yang tidak mungkin dilaksanakan hukuman had atasnya karena kondisinya yang
lemah atau alasan lainnya, hendaklah diberlakukan kepadanya hukuman yang
disebut dengan hukuman tersebut, karena tujuan dari pemberlakuan hukuman itu
ialah pemberian rasa jera, bukan perusakkan atau penghancuran.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik
dari Nabi Muhammad, dia bersabda, “Sesungguhnya Nabi Allah Ayub AS diuji dengan
musibah tersebut selama delapan belas tahun, di mana keluarga dekat serta
keluarga yang jauh telah menolaknya dan mengusirnya kecuali dua orang laki-laki
dari saudara-saudaranya, di mana keduanya telah memberinya makan dan
mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari salah seorang dari kedua saudaranya
itu berkata kepada saudaranya yang satu, ‘Demi Allah, perlu diketahui, bahwa
Ayub telah melakukan suatu dosa yang belum pernah dilakukan siapa pun di dunia
ini.’ Sahabatnya itu bertanya, ‘Dosa apakah itu?.’ Saudaranya tadi berkata,
‘Selama delapan belas tahun Allah tidak merahmatinya, sehingga menyembuhkannya
dari penyakit yang dideritanya.’ Ketika keduanya mengunjungi Ayyub AS maka
salah seorang dari kedua saudaranya itu tidak dapat menahan kesabarannya,
sehingga ia menyampaikan pembicaraan tersebut kepadanya. Ayyub AS menjawab,
‘Aku tidak mengetahui apa yang kamu berdua bicarakan, kecuali Allah Ta’ala
telah memberitahukan; bahwa aku diperintah untuk mendatangi dua orang laki-laki
yang berselisih supaya keduanya mengingat Allah. Sedang aku akan kembali ke
rumahku dan menutup diri dari keduanya, karena merasa benci mengingat Allah,
kecuali dalam kebanaran.’”
Nabi Muhammad bersabda, “Ketika Ayyub AS pergi menunaikan
hajatnya maka istrinya memegang tangannya hingga selesai. Suatu hari istrinya
datang terlambat dan Ayyub AS menerima wahyu, ‘Hantamkanlah kakimu; inilah air
yang sejuk untuk mandi dan minum.’ (Shad: 42) Ketika istrinya datang dan
bermaksud menemuinya, maka ia melayangkan pandangannya dalam keadaan tertegun,
dan Ayyub AS menyambutnya dalam rupa di mana Allah telah menyembuhkan penyakit
yang dideritanya, dan rupanya sangat tampan seperti semula. Ketika istrinya
melihatnya, seraya bertanya, ‘Semoga Allah memberkatimu, apakah engkau melihat
nabi Allah yang sedang diuji? Demi Allah, bahwa aku melihatnya mirip denganmu
saat ia sehat.’ Ayyub AS menjawab, ‘Sesungguhnya aku ini adalah dia.’ Ketika
itu di hadapannya terdapat dua buah gundukan yaitu gundukan gandum dan jewawut.
Kemudian Allah mengirim dua buah awan, di mana ketika salah satunya menaungi
gundukan gandum, maka tercurah padanya emas hingga penuh, sedangkan pada
gundukan jewawut tercurah mata uang hingga penuh.” (HR. Abu Ya’la, 3617, yang
dishahihkan al-Hakim (2/581-582) dan Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani dalam
kitab Shahîh-nya no. 17).
0 Komentar